PELATIHAN DETEKSI DINI DAN PENATALKSANAAN GANGGUAN JIWA BAGI TENAGA PUSKESMAS
Dewasa ini masalah kesehatan jiwa semakin mendapat perhatian masyarakat dunia. Satu atau lebih gangguan jiwa dan perilaku dialami oleh 25% dari seluruh penduduk pada suatu masa dari hidupnya. World Health Organization (WHO) menemukan bahwa 24% pasien yang berobat ke pelayanan kesehatan primer memiliki diagnosis gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang sering ditemukan di pelayanan kesehatan primer antara lain adalah depresi dan cemas, baik sebagai diagnosis tersendiri maupun komorbid dengan diagnosis fisiknya (World Health Report 2001).
Masalah kesehatan jiwa di Indonesia cukup besar. Saat ini gangguan jiwa menduduki nomor 2 terbesar penyebab beban disabilitas akibat penyakit berdasarkan YLD (years lived with disability). Depresi sendiri merupakan peringkat ke 8 penyebab beban utama akibat penyakit berdasarkan DALY’s (disability-adjusted life year), sedangkan usia terbanyak yang dipengaruhi adalah usia produktif antara 15-45 tahun (The Global Burden of Disease Study, 2010).
Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan Riskesdas Tahun 2013, didapatkan angka prevalensi gangguan jiwa emosional (gejala – gejala depresi dan ansietas) usia 15 tahun keatas sebesar 6 % untuk Angka Nasional, sedangkan Provinsi NTB 6,4 % atau kira-kira sebesar 209.465 orang mengalami gangguan mental emosional. Untuk gangguan jiwa berat seperti, gangguan psikosis, prevalensinya 1,7 per 1000 jiwa penduduk untuk angka nasional, sementara angka Provinsi NTB sebesar 2,1 per 1000 jiwa penduduk sehingga estimasi gangguan jiwa berat di Provinsi NTB adalah 6.873 orang dari 3.272.894 penduduk Provinsi NTB yang berusia di atas 15 tahun sebagai usia produktif.
Masalah jiwa lainnya adalah pemasungan yang dilakukan pada orang dengan gangguan jiwa berat (ODGJ). Banyak alasan terjadinya pemasungan, antara lain kurangnya pengetahuan jiwa masyarakat tentang gangguan jiwa dan penanganannya, stigma masyarakat, sulitnya akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatanan jiwa baik di tingkat fasyankes primer maupun di tingkat rujukan sekunder dan tersier. Data Riskesdas Tahun 2013 sendiri menyebutkan bahwa angka estimasi pasung di Provinsi NTB adalah 14,3% dari gangguan jiwa berat atau sebesar 1.409 orang (termasuk yang pernah di pasung). Namun kasus pasung yang ditemukan secara akumulatif di NTB adalah 353 orang tahun 2014 dan 491 orang di tahun 2015 dan s.d. tahun 2016 adalah 577 orang.
Di samping itu masalah kesehatan jiwa tersebut dapat menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan baik di rumah tangga maupun di masyarakat umum, bunuh diri, penyalahgunaan napza (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya), masalah dalam perkawinan dan pekerjaan, masalah di pendidikan, dan mengurangi produktivitas secara signifikan. Hal ini perlu diantisipasi, mengingat WHO mengestimasikan depresi akan menjadi peringkat ke-2 penyebab beban akibat penyakit di dunia (global) setelah jantung pada tahun 2020, dan menjadi peringkat pertama pada tahun 2030.
Namun demikian kesenjangan pengobatan (treatment gap) antara masyarakat yang membutuhkan layanan dan yang mendapatkan layanan kesehatan jiwa di negara-negara berkembang termasuk Indonesia sangat besar yaitu lebih dari 90%. Hal ini berarti bahwa hanya kurang dari 10% pasien gangguan jiwa mendapatkan pengobatan. Kesenjangan pengobatan tersebut antara lain disebabkan adanya hambatan dalam akses layanan kesehatan jiwa. Kondisi yang terjadi saat ini adalah terdapatnya beban yang sangat besar di RSJ/RS rujukan utama (layanan tersier) di Indonesia, meskipun sebagian dari kasus tersebut sebenarnya dapat ditangani di pelayanan kesehatan primer.
Penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa di layanan primer berdasarkan Peta Strategis atau sesuai standar adalah Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan terlatih kesehatan jiwa, melaksanakan upaya promotif kesehatan jiwa dan preventif terkait kesehatan jiwa, serta melaksanakan deteksi dini, penegakan diagnosis, penatalaksanaan awal dan pengelolaan rujukan balik kasus gangguan jiwa. Layanan tersebut dilakukan dengan memperhatikan komorbiditas fisik dan jiwa. Provinsi NTB memiliki 168 Puskesmas dan yang telah melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa sebanyak 89 Puskesmas atau 52,98% artinya masih banyak Puskesmas yang belum melaksanakan pelayanan kesehatan jiwa atau telah memberikan pelayanan tetapi dengan tenaga yang belum terlatih. Laporan dari dinas kesehatan kabupaten/kota didapatkan bahwa dari 676 orang dokter umum yang ada, hanya 12,72% atau 86 orang yang pernah terlatih kesehatan jiwa, sedangkan perawat dari 5.118 orang, yang terlatih kesehatan jiwa hanya 162 orang atau 3,17%. Terbatasnya sumber daya kesehatan terlatih jiwa merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi. Untuk itu perlu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas atau FKTP di samping supervisi dari tenaga profesional kesehatan jiwa. Peningkatan kapasitas tersebut berupa Pelatihan bagi tenaga kesehatan tentang bagaimana Mendeteksi Dini dan Penatalaksanaan Gangguan Jiwa yang sering Ditemui di Puskesmas atau FKTP. Sehubungan dengan itu maka Dinas Kesehatan Provinsi NTB melalui dukungan Dana Drkonsentrasi Tahu 2017 menyelenggarakan Pelatihan tersebut.
Pelatihan diikuti oleh 10 (sepuluh) kabupaten/kota se-NTB dengan total peserta 41 orang, terdiri dari 15 orang dokter umum dan 15 orang perawat Puskesmas, 10 orang pengelola program jiwa dinas kesehatan kabupaten/kota dan 1 orang pengelola program kesehatan jiwa provinsi. Kegiatan berlangsung selama 6 (enam) hari dari tanggal 21 s.d. 26 Agustus 2017 di Hotel Grand Legi Mataram, dengan pengajar dari perwakilan Kemenkes RI dan pengajar provinsi dari RSJ Mutiara Sukma masing-masing 2 orang. Selain penyampaian materi dalam kelas, peserta juga melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di 2 lokasi yakni Puskesmas Gerung Lombok Barat dan Puskesmas Karang Taliwang Mataram. Dengan pelatihan ini diharapkan tenaga kesehatan yang terlatih akan mampu mendeteksi dini dan melakukan penatalaksanaan gangguan jiwa di wilayah kerja masing-masing. Mari membantu saudara-saudara kita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa dan bersama-sama mendukung terwujudnya generasi sehat..generasi Emas NTB..INGATLAH BAHWA TIDAK ADA SEHAT TANPA SEHAT JIWA..
Dokumentasi kegiatan