PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK KETERAMPILAN PADA DIKLAT TEKNIS KESEHATAN

PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK KETERAMPILAN PADA DIKLAT TEKNIS KESEHATAN

Penggunaan Metode Penilaian Sebelum dan Sesudah Bimbingan untuk MeningkatkanKeterampilanPesertaDiklat Menuju Perubahan Keterampilan Petugas Mikroskopis Laboratorium Tuberkulosis.

Banyak metode yang diterapkan dalam kegiatan kediklatan diantaranya, Ceramah Tanya Jawab (CTJ),  curah pendapat (brainstorming), bermain peran (role playing), diskusi kelompok,  simulasi, demonstrasi, praktik dan lain sebagainya. Untuk diklat manajemen,  metode yang sering dan paling banyak dipakai adalah ceramah di kelas. Ceramah dilakukan dengan harapan peserta diklat dapat menjelaskan kembali teori yang telah diperolehnya sehingga peserta akan kuat dalam teori yang nanti akan diterapkan pada bidang kerjanya masing-masing. Namun diketahui dalam ceramah di kelas masih banyak peserta diklat yang cenderung kurang termotivasi untuk belajar, akhirnya hasil belajar tidak optimal.sehinggauntuk membandingkan antara teori yang diperoleh saat diklat dengan kenyataan di lapangan atau mengetahui hal yang mereka pelajari dalam dunia nyata akan dilanjutkan dengan kegiatan Praktik Kerja Lapangan. Bagaimana dengan pelaksanaan pembelajaran pada diklat teknis?Sebelumnya  kita bahas sedikit dulu tentang apa itu Diklat teknis.Diklat teknis kesehatan adalahpendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan yang dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas ( Kemenkes RI, 2014).

 

Pada diklat teknis, proporsi penyampaian teori secara ceramah berbanding praktik   adalah 20% : 80%(Kemenkes RI, 2014), perlu penguatan penerapan metode pembelajaran praktik dalam rangka memberikan pengalaman, keterampilan dan meningkatkan motivasi belajar bagi peserta.Apa dan bagaimana pembelajaran praktik keterampilan itu? Pembelajaran praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan peserta dengan menggunakan berbagai metode dan peralatan bertujuan agar peserta diklat  secara sistematis dan terarah  mampu  melakukan suatu keterampilan.

 

Biasanya pada pembelajaran praktik, widyaiswara/fasilitator/instruktur praktikdalam penyampaiannya tidak hanya  menggunakan metode  praktik saja melainkan terlebih dahulu dengan role play, simulasi, demonstrasi dan atau penayangan video sebagai pelengkap praktik.

Praktik merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta mendapatkan pengalaman langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman langsung ini akan mendorong peserta pelatihan untuk merefleksi atau melihat kembali apa yang sebelumnya telah dilakukan kemudian  praktik langsung dibandingkan dengan teori yang diperoleh, jika ada masalah pasti akan diperoleh cara mengatasinya  pada saat praktik baik mandiri maupun di bawah bimbingan teman sesama peserta diklat atau instruktur praktik.Masing-masing peserta pelatihan membawa pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya ketika memasuki diklat baru.Keefektifan pelatihan tergantung pada bagaimana peserta pelatihan melakukan refleksi mengkaitkan antara pengetahuan dan pengalaman serta praktik untuk memperbaiki pembelajarannya lebih lanjut.Kemampuan melakukan refleksi dari praktik yang didasarkan pada pengalaman dan pengetahuan menentukan pencapaian kompetensi profesional.Pentingnya pengalaman langsung terhadap proses belajar telah dikaji oleh Knowles, Malcom S. (1980). Knowles mengatakan bahwa pembelajaran orang dewasa akan lebih efektif jika pembelajar lebih banyak terlibat langsung daripada hanya pasif menerima dari pengajar.

.

Berikut beberapa alasan dan kelebihan menggunakan metode praktik:

  1. Dengan praktik peserta diklat akan lebih mengaplikasikan teori yang diberikan oleh widyaiswara/fasilitator/instruktur
  2. Peserta akan mampu membuktikan/ mempercayai teori yang telah didapatkan setelah praktik.
  3. Peserta menjadi jelas terhadap teori yang didapatkan dengan melaksanakan praktik.

 

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran praktik sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan ketrampilan peserta diklat. Nah, untuk mengetahui  apakah pembelajaran praktik yang diberikan mampu meningkatkan  keterampilan peserta diklat  diperlukan suatu evaluasi hasil belajar dalam bentuk suatu penilaian hasil praktik. Dalam kesempatan ini akan dibahas penilaian yang telah diterapkan pada salah satu diklat teknis yaitu Pelatihan  Mikroskopis Bagi Petugas Laboratorium Tuberkulosis.Selama kurun waktu tahun 2002 sampai 2018 ini( ..16 tahun )…dalam penilaian praktik lab mikroskopis TB      telah 3 kali mengalami perbaikan (tepatnya peyempurnaan) instrument penilaian praktik. Pada tahun 2002- 2005, kala itu materi  mikrosopis TB  menjadi satu pada Modul Penanggulangan Nasional Tuberkulosis ( ….Modul 3…).Pada kurun waktu tersebut di seluruh Provinsi di Indonesia,  masih beragam cara penilaiannya walaupun hal yang dinilai sama yaitu keterampilan pembuatan 10 sediaan dan panel testing 10  mikroskopis sediaan BTA, nilai kelulusan teori dan praktik  belum diatur dalam kurikulum. Tahun 2005 – 2009, berdasarkan hasil pelatihan yang diadakan di BBPK Cilandak-Jakarta melalui revisi modul, materi  

mikroskopis TB tetap pada modul 3 tetapi dalam penilaian keterampilan hanya dilakukan perubahan pada penilaian pembuatan sediaan TB disepakati menggunakan sarang laba-laba dengan penilaian 6 point sediaan TB, saat itu batas kelulusan belum juga ditetapkan. Syukurlah, meminjam kalimat dari RA. Kartini..’’Habis gelap terbitlah terang’’….pada tahun 2009, para instruktur praktik yang merupakan tenaga fungsional laboratorium yang kesehariannya mengerjakan mikroskopis BTA dari seluruh Indonesia bersatu…bertemu dalam 3  angkatan pada  Training Of Trainer Mikrosopis TB bagi Petugas Puskesmas yang diselenggarakan kerjasama GF ATM- JICA- RIT-KNCV -Universitas Airlangga (Fakultas Kedokteran Airlangga). Tiga hal penting dari pelatihan tersebut, materi  bahasan mikroskopis TB tidak lagi merupakan modul yang bergabung dengan pedoman penanggulangan Nasional TB tetapi dituangkan dalam buku pedoman pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis tersendiri, ada petunjuk teknis penyelenggaraa pelatihan mikroskopis TB untuk instruktur praktik (..buku saktinya para instruktur lab TB…..) dan  buku Preparasi Sediaan Dahak BTA Yang Baik (sebagai bahan ajar pelengkap modul…… ). Saat itu, terbukalah wawasan dan pikiran para instruktur dan pembimbing praktik laboratorium mikrosopis TB (termasuk penulis,  kala itu penulis merupakan seorang fungsional Pranata Laboratorium Kesehatan di ruang mikrobiologi yang bergabung dalam wadah  fasilitator provinsi)  tentang penilaian praktik yang tepat….. Praktik  pembuatan dan pewarnaan sediaan dahak BTA  terbagi dalam 3 tahapan yang harus dinilai dengan formulir penilaian praktik standar yaitu Latihan awal sebelum bimbingan, Latihan 1 fase bimbingan  dan Latihan 2 fase setelah bimbingan Pelatihan juga dilengkapi dengan penilaian praktikum Ketrampilan Pembacaan Mikroskopis  Sediaan  Sputum  BTA.

 

 Pada praktik   pembuatan dan pewarnaan sediaan dahak BTA,  pada fase awal, setiap peserta diminta membuat 10 sedian dahak dan mewarnai sediaan dahak tersebut dengan metode Ziehl Neelsen tanpa diberikan  contoh dan petunjuk supaya dapat diketahui kelemahan setiap peserta latih. Semua sediaan yang telah dibuat dan diwarnai dikumpulkan kemudian dievaluasi oleh fasilitator dengan menggunakan enam check point meliputi kualitas spesimen dahak, pewarnaan, kebersihan, ketebalan , ukuran dan kerataan. Dasar dan alat bantu evaluasi adalah Lembar Kerja Penilaian sediaan, Lembar Kerja Proporsi Sediaan Dahak yang Baik . Hasil dari penilaian tersebut ditampilkan dengan menggunakan  Lembar Umpan Balik Penilaian Sediaan Dahak dengan Sarang Laba-laba, sediaan yang dibuat peserta disimpan dalam suatu wadah atau penyimpan sediaan berupa album sediaan.  Pada fase bimbingan (Latihan 1), terlebih dahulu diberikan pengetahuan tentang teori  pembuatan dan pewarnaan sediaan dahak BTA yang baik dan benar di dalam ruang kelas serta dibahas kelemahan atau kekurangan yang ditemukan pada saat praktikum fase awal oleh peserta dan pengajar. Pada bagian praktikum hari ke dua ini, para peserta latih sebelum mengulangi membuat 10 sediaan dahak BTA, diberikan petunjuk dan arahan  dengan kegiatan  demonstrasi pembuatan sediaan dahak yang baik dan benar oleh fasilitator praktikum laboratorium.Pada praktikum ini,   para peserta didampingi terus oleh fasilitator sehingga permasalahan yang dihadapi langsung dipecahkan pada saat itu juga.  Semua 

sediaan yang telah dibuat dan diwarnai dikumpulkan kembali kemudian dievaluasi oleh fasilitator dengan menggunakan enam check pointcara. Hasil dari penilaian tersebut ditampilkan kembali  dengan Sarang Laba-laba.Pada Akhir praktikum fase bimbingan ini, setiap peserta mengevaluasi kelemahan atau kekurangan  dalam pembuatan sediaan. Pada Fase setelah bimbingan, peserta kembali membuat 10 sediaan dahak secara mandiri.Semua sediaan yang telah dibuat disimpan secara berurutan dari fase awal sampai setelah bimbingan dalam album sediaan. Nilai Praktik Pembuatan Sediaan memuaskan bila nilai akhir dari fase setelah bimbingan ≥ 90 (Akiko Fujiki, 2009).

 

Kegiatan dalam praktikum keterampilan mikroskopis adalah pembacaan panel  testing sebagai berikut: setiap peserta akan mendapatkan sediaan Panel testing terdiri atas 10 sediaan yang telah diberi nomor khusus ( petunjuk sesuai Formulir B). Hasil pembacaan mikroskopis akan dicatat peserta latih pada formulir A Lembar Kerja Pemeriksaan Mikroskopis  kemudian semua hasil disalin oleh fasilitator ke formulir B Lembar Kerja Rangkuman Hasil Pemeriksan Mikroskopis.Fasilitator akan membandingkan hasil yang diperoleh peserta latih dengan hasil standar menggunakan  tabel korelasi( Formulir C Lembar Umpan Balik pada Tabel Korelasi)  amati jenis kesalahan. Fasilitator menghitung  jumlah kesalahan dengan scoring (Formulir D. Lembar Umpan Balik dengan Sistem Skoring).Setiap sediaan yang benar bernilai 10 point, dari 10 sediaan jika hasil pembacaan benar berarti  skor total 100. Skor negatip dan positip palsu adalah 0 sedangkan skor kesalahan hitung adalah 5. Skor lulus adalah 90 tanpa ada 1 kesalahan mayor atau  2 kesalahan minor(Akiko Fujiki, 2009).

.

Semua penilaian tersebut dinilai telah tepat hingga  masih berlaku hingga kini….tetapi tidak bisa dipungkiri, penilaian tersebut melelahkan peserta, fasilitator/instruktur praktik,panitia dan pengendali diklat ….rasa harap-harap cemas  disetiap tahap atau fase latihan selalu muncul….mengharapkan  ada perubahan….biar terasa ada hasil dari capek yang dirasa….dan saat itu… diakhir pelatihan semua peserta fasilitator dan panitia tersenyum puas…lega akan hasil yang diperoleh. Peserta bertekad  akan kembali ke jalan yang benar dalam pembuatan  dan pembacaan sediaan BTA sesuai standar.Jadi jelas bahwa penilaian yang tepat akan mampu memberikan gambaran hasil belajar yang diinginkan dan mampu merubah keterampilan petugas kearah perubahan yang pasti apalagi kalau dilanjutkan dengan kegiatan evaluasi Pasca Pelatihan yang nasibnya dalam kurun waktu  telah berlalu tak pernah dilaksanakan karena terbentur dana, tercoret tinta  merah dalam setiap pengajuan anggaran.

Oleh :  A.A Istri Agung Trisnawati, SSi., M.Pd  Widyaiswara Ahli Muda Bapelkes Mataram

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *