Dinkes Provinsi NTB Gelar Pemicuan 5 Pilar STBM Situasi Bencana

Dinkes Provinsi NTB Gelar Pemicuan 5 Pilar STBM Situasi Bencana

Gempa bumi Lombok 29 Juli 2018adalah sebuah gempa darat berkekuatan 6,4 Mw yang melanda Pulau Lombok, Indonesia pada pukul 06.47 WITA. Pusat gempa berada di 47 km Timur Laut Kota Mataram, NTB dengan kedalaman 24 km. Guncangan gempa bumi dirasakan di seluruh wilayah Pulau Lombok, Pulau Bali, dan Pulau Sumbawa. Tercatat ada 524 gempa susulan. Korban manusia ada 20 orang tewas, 401 luka-luka, 10,062 rumah rusak. Gempa ini merupakan rangkaian gempa awal sebelum gempa bermagnitudo lebih besar mengguncang Lombok pada 5 Agustus 2018. Demikian juga bencana non alam seperti Covid-19 yang terjadi sejak tahun 2020 lalu.

Menanggapi kondisi darurat ini, Pemerintah bersama lembaga bantuan lokal dan nasional  membentuk tim darurat bencana untuk membantu para penyintas bencana ini. Salah satu tim yang dibentuk oleh pemerintah pusat untuk menangani bencana ini adalah dengan mengaktifkan WASH Cluster melalui pertemuan-pertemuan koordinasi.

Koordinator WASH Cluster ini adalah Kementerian Kesehatan. Pertemuan WASH Cluster tingkat pusat telah dilaksanakan beberapa kali dengan dihadiri oleh kementerian dan lembaga pemerintahan terkait serta lembaga kemanusiaan nasional dan internasional seperti Unicef, Yayasan Plan International Indonesia, Wahana Visi Indonesia, Dompet Dhuafa, ACT, PMI dan lain-lain.

Saat ini Kementerian Kesehatan telah memiliki panduan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang tercantum dalam Permenkes No.3 Tahun  2014.  STBM  merupakan  pendekatan  perubahan  perilaku  sanitasi  dan  hygiene berbasis pemberdayaan masyarakat yang efektif dan telah dibuktikan keberhasilannya baik oleh pemerintah maupun oleh lembaga kemanusiaan lainnya. STBM terdiri dari 5 Pilar yakni : 1) STOP Buang Besar Sembarangan/Stop BABS; 2) Cuci Tangan Pakai Sabun/CTPS; 3) Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga/PAMM-RT; 4) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga/PS RT; dan 5) Pengelolaan Limbah Cair Rumah Tangga/PLC RT. Pendekatan STBM yang ada saat ini masih terbatas untuk kondisi non emergency.

Upaya untuk menurunkan angka kejadian penyakit berbasis air di pengungsian dan untuk menyamakan  persepsi  terkait  key  message WASH  dalam  situasi  bencana,  diperlukan kolaborasi dan integrasi antara program air minum, sanitasi dari berbagai pihak/lintas sektor yang ada di lokasi bencana. Kolaborasi ini memerlukan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengelola kegiatan terkait Pemicuan STBM 5 Pilar untuk Keadaan Darurat Bencana. Kolaborasi dan integrasi antara SDM yang memahami STBM dan memahami isu darurat bencana merupakan hal baru.

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan 5 Pilar ini Seksi Kesehatan Lingkungan Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi NTB bekerjasama dengan Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI) atas dukungan UNICEF kantor perwakilan NTB dan NTT melaksanakan pelatihan untuk pelatih 5 pilar STBM dalam bencana di Bapelkes.

Tujuan dilakukan kegiatan ini adalah meningkatkan kemampuan pelatih untuk menjadi fasilitator Pemicuan 5 Pilar STBM Situasi Bencana dan Ketersedian modul untuk pelatihan dalam situasi Covid-19.

Pelatihan yang dilaksanakan secara virtual /online dari tanggal 27 s/d 29 Mei 2021 dan secara tatap muka dari tanggal 2 s/d 4 Juni 2021, diikuti oleh 34 peserta dari Bappeda, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Sosial, BPBD, Dinas PUPR Provinsi NTB, Dinas Kesehatan dari 10 Kabupaten/Kota serta Jejaring Pokja PPAS Provinsi NTB.  Sedangkan narasumber dalam kegiatan ini berasal dari Direktorat Kesehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi NTB dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi NTB.

Praktek Kerja Lapangan dilakukan di Desa Mekar Sari Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat, wilayah kerja PKM Penimbung. Adapun lokasi praktek dipilih 4 titik di Desa Mekar Sari yaitu Dusun Lengkok Waru, Dusun Lilir RT 1, Dusun Lilir RT 4, Dusun Lilir RT 5.

Setelah mengikuti kegiatan ini semua peserta  memahami alur dan merefresh yang terkait dengan STBM situasi bencana serta dapat melakukan assessment cepat atau REHA (Rapid Enviromental Health Assasment). Dengan adanya REHA maka data umum lokasi bencana, data penduduk terdampak, fasilitas pendukung kesehatan terdampak, data sarana dan prasarana kesehatan lingkungan dapat diketahui dengan cepat. Dari penyusunan REHA dapat diketahui TTG (Tekhnologi Tepat Guna) yang akan dibuat berdasarkan apa yang diprioritaskan, disepakati bersama masyarakat dan ketersediaan sumber daya yang ada disekitar atau dimiliki oleh masyarakat.

Selain itu dengan melakukan pemicuan maka masyarakat dapat sadar dan terpicu untuk lebih berubah  prilaku untuk hidup lebih sehat.  Masyarakat membuat komitmen bersama untuk perubahan prilaku dan menyusun rencana aksi yang disepakati bersama serta komite yang akan menwujudkan rencana aksi tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *