Mengidentifikasi Hambatan terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Mata di Provinsi NTB, Indonesia : Analisis Situasi Inklusi dan Kesetaraan Gender

Mengidentifikasi Hambatan terhadap Akses Pelayanan Kesehatan Mata di Provinsi NTB, Indonesia : Analisis Situasi Inklusi dan Kesetaraan Gender

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Cabang NTB

Studi ini mengidentifikasi bahwa peningkatan kasus gangguan penglihatan diperparah dengan adanya ketidaksetaraan yang disebabkan oleh faktor yang disebut dengan GAPSED+ yang terdiri dari: jenis kelamin, usia, tempat tinggal, status sosio-ekonomi dan disabilitas. GAPSED+ menyediakan sarana untuk memahami hambatan akses dalam pelayanan dan pengobatan kesehatan mata di Nusa Tenggara Barat (NTB). Meskipun pendalaman tentang hambatan dan faktor pendukung dalam perawatan mata telah dilakukan secara intensif dan global, perlu ada pendalaman secara multidisipliner untuk membahas ketidakadilan dalam akses layanan kesehatan mata sehingga dapat mendukung pemahaman terhadap fenomena gender yang kompleks dan berlapis. Studi ini telah berusaha untuk memenuhi kekurangan dalam fokus kajian tersebut dengan memperkuat analisis etnografi, ‘thick description, interseksionalitas dan juga berusaha untuk mengkontekstualisasikan temuan penelitian.

Studi ini dilakukan oleh The Fred Hollows Foundations dan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) sebagai bagian dari program yang berkaitan dengan strategi dan prioritas Kementerian Kesehatan Indonesia, yang bertujuan untuk menurunkan tingkat gangguan penglihatan di kalangan masyarakat yang paling berisiko. Penelitian ini dilakukan oleh CSIS dan peneliti dari tiga perguruan tinggi negeri (Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Universitas Mataram) yang memiliki pengalaman yang luas dalam meneliti isu gender dan interseksionalitas, yang bersifat pragmatis, akademis dan juga ilmiah. Bidang keahliannya meliputi gender, kemiskinan, kesehatan, jaminan sosial, kekerasan, tenaga kerja, teknologi dan konsultasi kebijakan.

Penelitian ini berlokasi di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, dan Kabupaten Lombok Timur. Di setiap area, peneliti melaksanakan serangkaian FGD dan wawancara mendalam dengan masyarakat di setiap area tersebut guna mengumpulkan data mengenai pengalaman dan pandangan tentang hambatan interseksionalitas, penyediaan layanan kesehatan mata, persepsi penyerapan dan fasilitas layanan, dan akses ke layanan perawatan mata primer, serta penggalangan aspirasi mengenai cara-cara dalam meningkatkan akses terhadap kesehatan mata. Selain Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara, kami juga melakukan “Shadowing Method” dengan mencoba pengamatan secara langsung dan mengidentifikasi rekomendasi untuk meningkatkan akses ke pelayanan perawatan mata primer dengan menemani pasien katarak dari rumah mereka ke puskesmas. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan analisis kuantitatif untuk lebih memahami karakteristik umum dan memadukan informasi secara rasional.

Temuan dari studi lapangan bersama dengan narasumber anak-anak sekolah, komunitas, penyedia pelayanan, pasien mata, dan pembuat kebijakan di tiga lokasi telah menyediakan sumber data yang kaya untuk menganalisis dan menafsirkan hambatan yang mempengaruhi penyerapan dan akses ke pelayanan perawatan mata di antara kelompok sasaran. Karena hambatan GAPSED+ harus disesuaikan dengan tantangan multidimensi lainnya, studi ini berfokus pada kerangka interseksionalitas. Temuan ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi hambatan dalam masalah kesehatan mata, terutama di kalangan perempuan.

Interseksionalitas antara gender dan aspek lainnya telah menunjukkan kompleksitas masalah yang dialami perempuan untuk mendapatkan akses terhadap kesehatan mata yang lebih baik di sebuah budaya yang patriarkis. Di satu sisi, perbedaan gender seringkali menyebabkan perempuan kurang memiliki kendali atas sumber daya yang berdampak negatif terhadap upaya mereka untuk mengakses pelayanan kesehatan mata. Guna meningkatkan pengetahuan dan perilaku terkait kesehatan (health-seeking behaviour), setiap individu harus memperoleh pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang memadai. Namun, internalisasi perbedaan gender telah mengakibatkan perempuan memiliki pengetahuan yang berbeda tentang kesehatan mata.

Selain itu, kami menemukan bahwa untuk mengakses pelayanan perawatan kesehatan mata diperlukan sumber daya keuangan yang memadai. Namun banyak perempuan menderita kemiskinan parah, di sebagian besar Kota Mataram, Kabupaten Lombok Tengah, dan  Kabupaten Lombok Timur. Kurangnya modalitas ekonomi berakibat buruk bagi perempuan dalam mendapatkan akses ke kesehatan mata yang lebih baik. Dengan kata lain, masalah keuangan adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap hambatan akses. Tidak adanya otonomi keuangan perempuan membuat posisi sosial perempuan vis-a-vis suaminya atau rekan laki-lakinya lebih lemah. Dalam perspektif interseksionalitas, dapat dikatakan bahwa gender dan aspek-aspek lain seperti ekonomi, adat, sistem norma, dan disabilitas telah bergabung dan menjadi hambatan besar bagi perempuan.

Studi ini juga mengamati bagaimana pembuat kebijakan cenderung ‘meremehkan’ ketidakadilan atau bahkan ketidaksetaraan yang dialami perempuan dalam perawatan mata karena hambatan struktural dan budaya sehingga tindakan afirmatif yang sensitif gender tidak dianggap penting. Dengan demikian, ada kesenjangan antara desain yang diinisiatif pemerintah dengan aspirasi masyarakat. Hambatan dalam perawatan kesehatan mata berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perempuan yang miskin, tua, dan berpendidikan rendah akan lebih banyak mendapat hambatan dibandingkan kelompok masyarakat yang lain.

Dalam bahasan mengenai penggunaan teknologi, penelitian ini mengungkapkan bahwa alat dan teknik yang berkembang saat ini semakin mendukung upaya untuk mendekatkan tujuan pengobatan yang efektif dan meningkatkan kapasitas pelayanan perawatan mata di NTB. Di masa pandemi COVID-19, sebuah aplikasi perangkat lunak baru bernama “Serioc” telah memberi penyedia pelayanan kesehatan mata seperti rumah sakit dan puskesmas dengan instrumen baru untuk mendiagnosis gangguan mata dari jauh. Dalam hal sistem informasi, keberadaan informasi yang akurat, mutakhir, berkualitas tinggi, dan dapat diakses di bidang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *