Kemenkes Keluarkan SE Kewaspadaan, Dinkes Kawal Penanganan Kasus HFMD di NTB

Kemenkes Keluarkan SE Kewaspadaan, Dinkes Kawal Penanganan Kasus HFMD di NTB

Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor : SR.01.01/C/1383/2024 Tentang Kewaspadaan Terhadap Peningkatan Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD). Surat Edaran ini ditujukan pada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kepala UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, Direktur Rumah Sakit, Kepala Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat, Kepala Puskesmas dan Asosiasi Klinik seluruh Indonesia.

Surat Edaran ini dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan terhadap peningkatan HFMD.

Dalam SE tesebut dijelaskan bahwa informasi terkait situasi global penyakit HFMD masih terbatas, akan tetapi diperkirakan ada jutaan kasus setiap tahunnya terjadi di benua Asia. Berdasarkan modelling study yang dilakukan di tahun 2018 untuk 8 negara di Asia Tenggara, diperkirakan terdapat 6% kasus HFMD yang harus dirawat di RS, dengan 18.7% dari kasus tersebut mengalami komplikasi, dan 5% kematian.

Gambaran HFMD di Indonesia saat ini juga masih belum banyak diketahui. Namun demikian berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) tahun 2024 hingga minggu ke-12 menunjukkan adanya peningkatan tren suspek HFMD di seluruh provinsi.

Provinsi Nusa Tenggara Barat sendiri mencatat adanya 32 kasus suspek HFMD yang tersebar di Kota Bima, Mataram, Sumbawa dan Sumbawa Barat pada tahun 2024 hingga pertengahan Mei berdasarkan data SKDR. Hingga saat ini belum ada kasus terkonfirmasi HFMD di NTB. Meski demikian pemerintah akan terus mengawal dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus HFMD.

Pemerintah provinsi melalui Dinas Kesehatan bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota akan memperkuat koordinasi dengan BKK (Balai Kekarantinaan Kesehatan) di masing- wilayah, melakukan KIE (Komunikasi, Edukasi dan Informasi) serta advokasi dan sosialisasi kepada instansi terkait PHBS, terutama Hygiene perorangan, budaya cuci tangan dengan sabun, tidak menggunakan barang-barang dan alat pribadi bersama orang lain, serta membersihkan alat dan barang yang terkontaminasi dengan sabun dan air mengalir.

Sosialisasi ke faskes dan klinik untuk deteksi dini kasus HFMD juga perlu dilakukan secara lebih masif. Memberikan imbauan ke masyarakat untuk segera mendatangi fasilitas layanan kesehatan terdekat apabila mengalami gejala seperti HFMD, meningkatkan upaya penemuan kasus sesuai dengan definisi operasional dan melakukan respon yang merujuk pada Pedoman SKDR Penyakit Potensial KLB/wabah yang dapat diunduh melalui https://link.kemkes.go.id/pedoman SKDR KLB.

Pemantauan tren HFMD juga akan terus dilakukan. Setiap penemuan kasus sesuai dengan definisi operasional akan dilaporkan kepada Dirjen P2P melalui Surveilans Dinas Kesehatan Provinsi dan laporan Surveilans Berbasis Kejadian/Event Based Surveillance (EBS) di aplikasi SKDR.

Dinas Kesehatan akan menindaklanjuti laporan penemuan kasus dari fasyankes dengan melakukan penyelidikan epidemiologi dalam 1×24 jam, serta menyebarluaskan informasi tentang HFMD kepada masyarakat dan fasilitas layanan kesehatan melalui berbagai media.

Mengutip dari SE Kemenkes, Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Enterovirus. Spesies enterovirus yang paling sering menyebabkan HFMD adalah Coxsackievirus A16 (CA16) dan Human Enterovirus 71 (EV71).

HFMD umumnya ringan dan self limiting (dapat sembuh sendiri), namun sebagian kecil kasus dapat menimbulkan komplikasi berat. Infeksi CA16 biasanya berhubungan dengan manifestasi klinis yang ringan, sementara EV71 dikaitkan dengan manifestasi yang berat atau kematian.

Penyakit ini mudah menular dan sering terjadi pada anak-anak di bawah usia 10 tahun namun juga bisa menyerang orang dewasa. Gejala awal berupa demam 38-39°C dalam 3-7 hari, nyeri tenggorokan, dan kehilangan nafsu makan. Dalam 1- 2 hari setelah timbul demam, muncul vesikel di gusi dan tepi lidah serta lesi di tangan dan kaki. Penularan HFMD dapat terjadi secara fecal-oral (feses ke mulut), lesi dan sekret saluran pernapasan.


Faktor risiko penyakit ini adalah hygiene sanitasi yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan kurangnya penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat). Untuk itu penerapan PHBS akan menjadi langkah efektif dalam pencegahan tertularnya HFMD.

#FluSingapura #HFMD #SEKewaspadaan #NTBMajuMelaju #NTBSehatdanCerdas #PemprovNTB #DinasKesehatan #DinKesProvNTB #DinkesNTB #SahabatSehat #HumasSehat #SalamSehat