
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia dan beban masalah kesehatan jiwa terus meningkat yang berdampak terhadap kesehatan dan konsekuensi sosial, hak asasi manusia dan ekonomi utama.
Masalah kesehatan jiwa meliputi: depresi, gangguan afektif bipolar, skizofrenia dan psikosis lainnya, demensia, cacat intelektual, dan gangguan perkembangan termasuk autisme.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2018, secara global, sekitar 300 juta orang terkena depresi. Depresi lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, pada kondisi terburuk depresi dapat menyebabkan bunuh diri. DALY’s (disability-adjusted life year) menyebutkan bahwa depresi merupakan peringkat ke 8 penyebab beban utama akibat penyakit dan diestimasi akan menjadi peringkat pertama pada tahun 2030, sedangkan usia terbanyak yang dipengaruhi adalah usia produktif antara 15-45 tahun.
Di Indonesia berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan peningkatan beberapa masalah kesehatan jiwa dibandingkan tahun 2013. Prevalensi orang dengan Skizofrenia dari 1,7 % menjadi 1,8 %, Gangguan Mental Emosional (GME) dari 6 % mejadi 9,8 %, Pasung dari 14,3 % menjadi 31,1 % dan Depresi 6,1 %.
Sedangkan di Provinsi NTB Prevalensi orang dengan Skizofrenia dari 2,1 % menjadi 2,6 %, Gangguan Mental Emosional (GME) dari 6,8 % mejadi 12,8 %, Pasung dari 14,3 % menjadi 31,1 % dan Depresi 8%.
Data tersebut menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa di Provinsi NTB adalah masalah yang serius. Untuk prevalensi GME di Provinsi NTB menempai urutan 4 terbanyak se-Indonesia, berada di posisi tertinggi dan adalah Provinsi Sulawesi Tengah (19,8%) dan Gorontalo (17,7%).
Tahun 2021 estimasi sasaran di Provinsi NTB mencapai 495.519 jiwa dan depresi 309.700 jiwa, target tersebut menjadi tantangan bagi kita semua untuk mencapainya dan membutuhkan effort pemberi pelayanan untuk lebih banyak melakukan skrining atau deteksi dini.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengendalikan masalah kesehatan jiwa dan Napza melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative bahkan dalam PP No.2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Permenkes No.4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada SPM Bidang Kesehatan, kesehatan jiwa menjadi salah satu indikator yang harus dipenuhi Pemerintah Daerah, sehingga menjadi kewajibannya untuk melakukan upaya kesehatan jiwa di masing-masing wilayah.
Untuk meningkatkan kapasitas /kualitas tenaga kesehatan dalam penanganan dan tatalaksana Gangguan Mental Emosional (GME), Seksi PTM Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi NTB melaksanakan kegiatan Orientasi Pencegahan dan Pengendalian Gangguan Mental Emosional (GME) selama 3 (tiga) hari mulai tanggal 2 – 4 Juni 2021 di Hotel Golden Palace.
Peserta berjumlah 49 orang berasal dari 10 kab/kota terdiri dari dokter umum, perawat dan pengelola program dan peserta provinsi berasal dari lintas program dan lintas sektor (KKP dan RSU) yang merupakan pemberi pelayanan langsung ke pasien.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MM, MARS. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa saat ini terdapat kesenjangan pengobatan bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang antara lain disebabkan adanya hambatan dalam akses layanan kesehatan jiwa, terdapatnya beban yang sangat besar di RSJ/RS rujukan utama (layanan tersier), meskipun sebagian dari kasus tersebut sebenarnya dapat ditangani di pelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa terbatasnya sumber daya kesehatan terlatih jiwa di Puskesmas merupakan salah satu masalah yang perlu diatasi, karena puskesmas sebagai layanan kesehatan primer atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), sehingga diperlu peningkatan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas salah satunya melalui kegiatan Orientasi Pencegahan dan Pengendalian GME ini.
Dengan dilaksanakan kegiatan ini diharapkan nakes yang berada di garda terdepan dapat lebih aktif melakukan pencegahan dan penanggulangan GME. (tatik-PTM).
Tidak Ada Kesehatan Tanpa Kesehatan Jiwa.

