Pertemuan Orientasi P2P Kusta Bagi Kader Tingkat Provinsi NTB
Indonesia sudah mengalami kemajuan yang pesat dalam pembangunan di segala bidang termasuk kesehatan, namun kusta sebagai penyakit “kuno” masih ditemukan, masih banyak yang beranggapan bahwa kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati, penyakit keturunan, dan kutukan. Akibat anggapan yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Disamping itu kecacatan pada penderita dapat menimbulkan leprofobia baik dari penderita itu sendiri, petugas maupun masyarakat.
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan permasalahan yang sangat kompleks dan merupakan permasalahan kemanusian yang seutuhnya. Masalah yang dihadapi pada penderita bukan hanya dari medis saja tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan. Juga adanya masalah psikososial sebagai akibat penyakitnya, dalam keadaan ini warga masyarakat berupaya menghindari penderita. Sebagai akibat dari masalah-masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap kehidupan penderita, karena masalah tersebut dapat mengakibatkan penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Meskipun secara Provinsi, NTB telah mencapai target eliminasi (Prevalensi Rate <1/10.000 penduduk) namun tahun 2020 masih ada 3 Kabupaten/Kota endemis yang masih belum eliminasi kusta (Prevalensi Rate >1/10.000 penduduk). yaitu Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Dompu. Untuk itu kegiatan penemuan kasus secara aktif harus ditingkatkan untuk akselerasi program P2 kusta di Kabupaten/Kota tersebut.
Upaya penanggulangan kusta ini dilakukan dengan mengutamakan aspek promotif dan preventif, tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan untuk penemuan penderita secara dini, melindungi kesehatan masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kecacatan, memutuskan penularan, mencegah terjadinya reaksi kusta, menurunkan kasus putus obat (Default) dan mencegah resistensi obat.
Dalam upaya menanggulangi penyakit kusta di wilayah Provinsi NTB, Dinas Kesehatan Provinsi NTB melalui seksi melaksanakan Pertemuan Orientasi Program Penanggulangan Penyakit (P2) Kusta bagi Kader Tingkat Provinsi untuk meningkatkan pencarian suspek, memotivasi masyarakat untuk memeriksakan dirinya ke puskesmas, memotivasi penderita kusta untuk tetap teratur minum obat, melakukan penyuluhan dan mendampingi penderita hingga selesai berobat (Release From Treatment).
Pertemuan yang dilaksanakan selama tiga hari mulai tanggal 30 Juni s/d 2 Juli 2021 di Hotel Grand Legi Mataram diikuti oleh Kader Kabupaten/Kota se- NTB sebanyak 40 orang, dan dibuka secara resmi oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTB dr. H. Lalu Hamzi Fikri, MM, MARS.
Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa penyakit kusta selain memerlukan penanganan secara medis juga memerlukan penanganan dari aspek sosial. Hal ini disebabkan karena karena cacat yang timbul merupakan hal yang menakutkan bagi sebagian masyarakat.
Selanjutnya beliau menyampaikan bahwa dalam rangka mencapai target program P2 Kusta di Indonesia, diperlukan berbagai akselerasi dan kegiatan inovatif diantaranya kemoprofilaksis berupa pemberian rifampicin dosis tunggal dalam rangka pencegahan penularan kasus di beberapa Kabupaten/Kota, untuk NTB di Kabupaten Bima dan Kota Bima, serta Intensifikasi Penemuan Kasus Kusta melalui kegiatan deteksi dini dengan pendekatan keluarga dan gerakan masyarakat hidup sehat. Selain itu peningkatan kapasitas bagi Pengelola Program merupakan kegiatan yang tidak kalah pentingnya demi berlangsungnya program secara berkesinambungan.
Dengan dilaksanakan kegiatan ini diharapkan para kader dapat membantu penemuan kasus secara dini di masyarakat, tidak dalam keadaan cacat sehingga tidak terjadi stigma baik pada penderita maupun masyarakat melalui kegiatan ”TEBAKK” (Temukan Bercak dan Koreng Lama Melalui Keluarga), dapat melakukan penyuluhan (tanda dini) secara terus menerus dan berkesinambungan pada masyarakat serta dapat membantu petugas kesehatan dalam kegiatan Perawatan Diri Penderita dan sebagai Pengawas Menelan Obat (PMO). Sehingga target eliminasi kusta dapat tercapai dengan waktu yang singkat dan terwujud peningkatan status kesehatan masyarakat.