PERTEMUAN REMBUK STUNTING TINGKAT KABUPATEN LOMBOK BARAT
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana disebutkan dalam Undang Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bertujuan untuk mcningkatkan mutu gizi perorangan dan masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan prilaku sadar gizi, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi serta kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa salah satu prioritas pembangunan kesehatan adalah Perbaikan Gizi Masyarakat (terutama stunting). Arah kebijakan perbaikan gizi masyarakat tahun 2015-2019 adalah : (1) Peningkatan surveilans gizi termasuk pemantauan pertumbuhan, (2) Peningkatan promosi prilaku masyarakat tentang kesehatan, gizi, dll, (3) Peningkatan akses dan mutu paket yankes dan gizi, (4) Peningkatan peran serta masyarakat dalam perbaikan gizi, (5) Penguatan pelaksanaan dan pengawasan regulasi dan standar gizi dan (6) Penguatan peran linsek dalam rangka intervensi sensitive dan spesifik.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sejak 2007 – 2018, angka prevalensi stunting tetap tinggi. Data Riskesdas 2013 menemukan 37,2% atau sekitar 9 juta anak balita mengalami stunting. Pada 2018, Riskesdas mencatat penurunan prevalensi stunting pada balita ke 30,8% dan di kabupaten Lombok barat tercatat prevalensi stunting sebesar 33.6 %. Namun demikian, angka ini masih tergolong tinggi.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Kabupaten Lombok Barat Tahun 2018 untuk balita usia 0-59 bulan menunjukkan bahwa lndeks berat badan menurut umur (BB/U) angka kurang gizi sebesar 29.94 %, yang artinya bahwa Kabupaten Lombok Barat berada pada kategori wilayah rawan gizi. Indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau tinggi badan (BB/TB), prevalensi Kekurusan (sangat Kurus dan kurus) sebesar 15.04 % yang menunjukkan bahwa Kabupaten Lombok Barat berada pada kategori wilayah rawan. Demikian pula untuk indeks panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), prevalensi kependekkan 33,61 % yang menunjukkan bahwa Lombok Barat merupakan wilayah dengan masalah stunting.
Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi. Upaya percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif.
Pengalaman global menunjukkan bahwa penyelenggaraan intervensi yang terpadu untuk menyasar kelompok prioritas di lokasi prioritas merupakan kunci keberhasilan perbaikan gizi, tumbuh kembang anak, dan pencegahan stunting. Upaya percepatan pencegahan stunting akan lebih efektif apabila intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif dilakukan secara konvergen. Konvergensi penyampaian layanan membutuhkan keterpaduan proses perencanaan, Pencegahan stunting dilakukan melalui intervensi gizi yang terpadu, mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitive untuk semua kelompok masyarakat terutama masyarakat miskin.
Untuk meningkatkan cakupan program yang berdampak pada penurunann masalah gizi, diperlukan perencanaan yang evidence base bcrdasarkan surveilans gizi sesuai arahan kebijakan, namun surveilans gizi belum berjalan optimal sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan surveilans gizi.
Masalah gizi di kabupaten Lombok barat yang rnasuk dalam kategori yang masih belum menggembirakan memerlukan upaya pencegahan secara menyeluruh terhadap factor-faktor pencetus terjadinya rnasalah gizi sehingga diperlukan kegiatan Desiminasi data surveilans tingkat kabupaten/kota yang dapat meningkatkan sisitem deteksi dini dan penanganan masalah gizi.